Make a Difference with education, and be the best.

LIFE OF A LAW STUDENT

Berkumpul Seraya Berdo'a

Berkumpul Seraya Berdo'a

LAW IS PERFECT

LAW IS PERFECT
kami senang kamu disini

How you can get top grades, to get a best job.

Best friends and Family

Best friends and Family
bersama kita wujudkan mimpi

colorfull

Make a Difference Today

Make a Difference Today

Latest Posts

Minggu, 08 April 2018

Tanya AHWAL AL-SYAKHSIYYAH Orang Tua atau Istri?

hmjas.staimuttaqien
KONSULTASI HUKUM KELUARGA ISLAM



Mana yang Harus Dipilih, Orang Tua atau Istri?

Assalamuallaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Mohon bantuan Pak Ustadz.

SAYA sedang mengalami permasalahan rumah tangga yang cukup pelik hingga terpikirkan untuk menceraikan istri saya. Ini karena saya merasa kelakukan istri saya ini sudah keterlaluan. Ia terkesan memberikan saya pilihan yaitu memilih dia saja atau memilih keluarga orang tua saya.

Makin lama makin terlihat kalau istri saya tidak bisa menerima ortu saya, karena banyaknya masalah keluarga yang memang hampir semuanya bermula dari keluarga besar saya.

Sampai suatu saat ketika orang tua saya datang untuk menjenguk kami, istri saya tidak berkenan dan dia memutuskan untuk pergi keluar rumah sampai dengan jam 23.00 malam tidak mau pulang. Tuntutannya hanya satu, yaitu orang tua saya harus pergi dari rumah baru istri saya bersedia pulang. Atau jika orang tua tidak pulang maka istri saya akan minggat.

Pada waktu itu, hampir keluar talak dari saya, tapi masih bisa saya tahan.

Sampai tengah malam saya berhasil membujuknya untuk pulang ke rumah, dan pertengkaran dilanjutkan di rumah. Orang tua pun terpaksa saya antarkan pagi-pagi ke terminal supaya mereka pulang. Hancur hati saya, Pak Ustadz ketika mengantarkan mereka. Saya merasa membuang orang tua dan lebih memilih istri. Apa tindakan saya, Pak Ustadz?

Arif Sahabudin (ayiep.bajank@gmail.com)

Wassalamu’alaykum Warahmatullahi Wabarakatuh

Saudara Arif Sahabudin Hafaizhakalloh, diantara bukti tanda-tanda kekuasaan Allah swt, Dialah yang telah mencipatakan segala bentuk cipataan-Nya berapasangan (azwâja[an]). Kehidupan dunia ini terasa indah ketika kita memperhatikan seluruh ciptaan Allah swt. di muka bumi ini saling berpasang-pasangan. Pergantian siang dan malam, laki-laki dan wanita, matahari dan bulan, daratan dan lautan, semua itu merupakan tanda-tanda kekuasaan Allah swt. yang menghiasi kehidupan alam semesta ini. Keseimbangan, keserasian dan harmoni kehidupan nan indah ini merupakan bukti kebesaran Allah swt.

Perbedaan sudah menjadi fitrah dalam kehidupan dunia ini, sebab kehidupan pada hakikatnya warna-warni dari dinamika perbedaan. Maka barang siapa yang tidak mengahargai dan menerima perbedaan dalam hidup ini, pada hakikatnya ia sedang berjalan menuju kehancuran melawan fitrah kehidupan yang sedang dihadapinya.

Maka untuk meraih harmonisasi keseimbangan dari suatu perbedaan itu Allah swt. telah memberikan ilmu kepada manusia yaitu berupa panduan kehidupan yang telah disampaikan melalui lisan rasul-Nya yaitu al-Qur’an dan al-Sunnah. Dalam al-Qur’an Allah swt. sudah begitu jelas mengajarkan cara untuk menjaga dan memelihara keragaman alam semesta ini agar tetap seimbang dan bersinergi satu dengan yang lainnya. Allah telah menyampaikan bagaiman cara untuk menjaga dan memelihara kehidupan dan alam semesta ini dalam al-Qur’an Surat an-Naba’ : 8-11 :

وخَلَقْنَاكُمْ أَزْوَاجًا (8) وَجَعَلْنَا نَوْمَكُمْ سُبَاتًا (9) وَجَعَلْنَا اللَّيْلَ لِبَاسًا (10) وَجَعَلْنَا النَّهَارَ مَعَاشًا (11)

“Dan kami menciptakan kamu berpasang-pasangan (8) dan kami menjadikan tidurmu untuk istirhat (9) dan kami menjadikan malam sebagai pakaian (10) dan kami menjadikan siang untuk mencari penghidupan (11).”

Begitupun Allah swt. Telah menjadikan pasangan pria dan wanita sebagai pasangan yang serasi dan seimbang yang bertujuan untuk melahirkan ketenangan diantara keduanya. Dalam Surat ar-Rum : 21

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ (21)

“Dan diantara tanda-tanda (kebesaran-Nya) ialah dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dia menjadikan diantaramu rasa kasih sayang. Sungguh pada pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.”

Berdasarkan kedua ayat di atas, ada beberapa pelajaran penting yang Allah swt. Ajarkan kepada kita agar keserasian dan keseimbangan pasangan dapat terjaga secara harmonis, yaitu:

1. Setiap pasangan mempunyai tugas pokok dan fungsi masing-masing, kewengan itu sudah semestinya ditempatkan pada tempatnya masing-masing. Jika kita tidak menempatkan pada tempatnya, maka akan terjadi kezhaliman. Sebagai contoh, Allah menciptakan siang untuk bekerja dan mencari nafkah, sedangkan malam untuk istirahat. Jika fitrah itu tidak ditempatkan pada tempatnya maka salah satu dari pasangan itu akan teraniaya dan tidak akan berjalan harmonis, yang akhirnya akan melahirkan kerusakan dan kebinasaan. Demikian halnya dengan pasangan suami-isteri, harmonisasi dan kerukunan rumah tangga akan terjalin dengan baik jika setiap pasangan saling memahami dan menempatkan tugasnya masing-masing sesuai dengan aturan Islam.

Di antara tujuan utama menikah berdasarkan ayat di atas adalah untuk melahirkan ketenangan (sakinah) antara suami dan isteri, maka jika dalam mahligai rumah tangga belum tercipta ketenangan diantara pasangan suami-isteri maka tentu ada yang salah dengan pernikahannya. sebab jika benar motif pernikahan berlandaskan syariah Islam, maka Islam telah mengajarkan kepada kita bagaimana cara untuk meraih kebahagian rumah yang sakinah, mawaddah dan rahmah.

2. Pernikahan harus dilandasi dengan niat ibadah ikhlas karena Allah swt. Selain itu juga untuk menyempurnakan sebagian pelaksanaan agama, karena hanya dengan pernikahan kesempurnaan keislaman seorang muslim dapat diraih, oleh karenanya jumhur ulama sepakat bahwa hukum asal pernikahan dalam Islam adalah sunnah.

3. Pernikahan membutuhkan bekal ilmu yang tidak sedikit, oleh karena itu tingkat keutuhan rumah tangga akan berbanding lurus dengan tingak keilmuan yang dimiliki oleh pasangan masing-masing. Maka jangan sekali-kali meninggalkan majelis ilmu jika rumah tangga kita ingin berjalan harmoni. Agendakan minimal sehari dalam seminggu pasangan suami-isteri mengahadiri majelis ilmu yang membahas tentang parenting nabawiyah, dan hukum-hukum keluarga (ahwal al-syakhshiyyah).

4. Bangun kepercayaan dan komunikasi diatara pasangan dengan baik. Perlakukan isteri dengan baik dan lembut (mu’asyarah bi al-ma’ruf) sebab fitrah seorang wanita itu halus dan lembut. Ingatkan isteri ketika berbuat salah dan khilaf,juga sebaliknya kepada suami. Hindari perceraian ketika terjadi salah faham antara suami isteri, sebab perceraian bukan satu-satunya solusi untuk menyelesaikan masalah rumah tangga. Dan terakhir ajaklah isteri Anda untuk bersama-sama meminta maaf atas perlakuan yang tidak sopan selama orang tua berkunjung ke rumah Saudara. Semoga bermanfaat, wallâhu a’lam bi al-shawâb. Sumber. islampos

Kampus Ramah Anak (rektor STAI Dr.Khez Muttaqien)

hmjas.staimuttaqien
Kampus Ramah Anak 
Oleh Manpan Drajat



Ketika memeriksa pelaksanaan UTS kemarin, saya melihat salah satu mahasiswa mengerjakan soal ujian sambil menggendong bayi. Ibu muda ini serius menulis jawaban, sementara bayi mungilnya nyaman dalam gendongan ibunya.

Menjelang selesai mengerjakan soal, saya berujar, bayi ini akan pintar, karena banyak mendapat stimulus positif dari lingkungannya. Sang ibu terlihat bahagia saya berkata demikian, mungkin dia pikir kami keberatan melihat bayi di bawa ke kelas, tapi ternyata tidak.

Lalu saya tegaskan bahwa di kampus ini boleh bawa bayinya ke kelas. Lalu ada yang "nyeletuk" di belakang "pa boleh ga bawa pasangan ke kelas". Saya jawab "boleh asal sama-sama kuliah juga"...ada-ada aja mahasiswa zaman now...

Kami memang membolehkan mahasiswa atau dosen membawa anaknya ke kampus bahkan ke kelas, selagi tidak mengganggu jalannya perkuliahan. Tidak hanya ibu dosen, terkadang saya melihat bapak dosen bawa anaknya sambil ngajar.

Tentu kalau dosen bawa anak izin kepada mahasiswanya, begitupun jika mahasiswa membawa anak izin kepada dosennya.

Kami tidak ingin orang tua apalagi seorang ibu tidak tenang kuliah bahkan gelisah di kampus cepat ingin pulang karena meninggalkan anaknya di rumah. Apalagi anak yang masih butuh pendampingan tidak terpenuhi hak-haknya karena orang tuanya harus ke kampus.

Ini bagian dari ikhtiar kami menyiapkan generasi yang berkualitas, anak-anak yang bahagia, penuh perhatian dan lingkungan yang memberikan stimulus positif.

Sabtu, 17 Maret 2018

Tanya AHWAL AL-SYAKHSIYYAH "(HUKUM BERINTERAKSI DENGAN ‘AYAH TIRI’ DALAM ISLAM)"

hmjas.staimuttaqien

KONSULTASI HUKUM KELUARGA ISLAM

HUKUM BERINTERAKSI DENGAN ‘AYAH TIRI’ DALAM ISLAM

Oleh. Dr. Azi Ahmad Tadjudin, M. Ag.

assalamualaikum wr. wb.

ustad adakah perbedaan status ayah tiri dalam islam. Bagaimana Islam mengatur interaksi dengan keluarga ayah tiri baik yang laki-laki maupun yang perempuan. jazakallah khoiron.

Lukman. Sbg lukman_computer@hotmail.com

Wassalamu’alaykum wr.wb. Saudara Lukman Hafizhakalloh, perlu difahami terlebih dahulu ada beberapa istilah dalam Islam yang tidak selalu memiliki arti yang tepat dalam bahasa indonesia. Terkadangan ada beberapa kalimat dalam bahasa Arab yang sulit diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia, karena istilah itu tidak memiliki padanan yang sama. Hal ini terjadi karena setiap bahasa memiliki rasa yang berbeda dengan bahasa lain dan bahasa lahir dari budaya dan kebiasaan masyarakat tertentu. Inilah alasan mengapa jika mempelajari Ajaran Islam, para ulama begitu disiplin selalu mendefinisikan setiap objek pembahasan keilmuan diawali dengan definisi etimologi dan termininologi Syari’i. Hal ini penting untuk difahami mengingat dengan mendefinisikan kalimat secara tegas (aspek cakupan secara umum dan khusus), akan melahirkan satu istilah yang kuat dan memiliki basis keilmuan (epistemologi) yang kokoh. Sehingga, jika dikemudian hari muncul istilah baru yang dinisbatkan kepada ajaran Islam, maka akan terlihat dengan jelas bahwa istilah itu bukan lahir dari ajaran dan konsep Islam. Maka yang akan terjadi adalah ‘islamisasi budaya’, seperti muncul istilah, Bank Islam, Leasing Islam, Asuransi Islam, Demokrasi Islam. Dalam hal yang sama tidak pernah ada istilah seperti Baitul Mal Islam, Qardh Islam, Takaful Islam, Syuro Islam, sebab istilah-istilah itu sudah memiliki akar keilmuan dalam Islam. Namun jika ada istilah yang disandarkan kepada kata Islam, seperti Daulah Islam, Tsaqofah Islam dan  Din al-Islam, itu untuk menjelaskan sekaligus membedakan bahwa ada konsep dan ajaran yang lahir dari ideologi selain Islam, artinya ada Daulah, Tsaqofah, Din yang konsep ajarannya lahir dari ideologi kapitalisme atau marxisme.
Istilah Ayah atau ibu tiri tidak dikenal dalam literatur fiqih Islam. Dalam fiqih Islam hanya dikenal Ab[un] (ayah) dan umm[un] (ibu). Dalam hukum Islam orang yang terikat akad nikah dengan ibu kandung, maka secara hukum ia menjadi ayah dari anak-anaknya. Sehingga kedudukan ayah baik disebabkan karena keturunan atau pertalian akad nikah, tidak ada perbedaan hukum dalam mendidik dan berinteraksi dengan anak-anaknya. hal ini Allah swt. tegaskan dalam al-Qur’an Surat An-nisa: 22-23. Sedangkan hukum berinteraksi dengan keluarga laki-laki dari pihak ayah, sama hukumnya dengan berinteraksi dengan ajnabiy (laki-laki asing) harus menjaga pandangan dan aurat dihadapan mereka, yaitu seluruh bandan kecuali wajah dan kedua telapak tangan. Sedangkan berinteraksi dengan saudara perempuan dari ayah, hukum syara’ membatasi auratnya antara pusar dan lutut (bayna surrah wa la-Rukbah).  (lihat Rawa’i al-Bayan fi Tafsir ayat al-Ahkam. Hal. 123. Juz. II). Wallahu A’lam bi al-Shawwab.

Tanya AHWAL AL-SYAKHSIYYAH, "Adakah 'Dosa Warisan' Dalam Islam?"

hmjas.staimuttaqien

Konsultasi Hukum Keluarga Islam
oleh. Dr. Azi Ahmad Tajudin, M.Ag

Adakah 'Dosa Warisan' Dalam Islam?

Assalamualaykum.. Pa ust. Sy ibu rumah tangga sdh dikaruniai 2 org putri. Beberapa bulan yg lalu ibu sy menyatakan hal yg membuat sy sngt kecewa bhw sy adlh anak yg dihasilkan diluar nikah, sementara saat sy menikah yg menjadi wali adlh ayah biologis sy, jd ibu sy bilang prnikahan sy tdk sah dan harus mnikah ulang dg suami, dan akhirnya sy mnikah ulang dg suami. apa harus sprti itu pa Ust? Sementara skrg sy sdh punya 2 anak. Dan ibu bilang putri2 sy kelak saat menikah tdk bs diwalikan olh suami ( bapa kandungnya ). Sy dan suami sangat kecewa knp ibu br bilang skrg!!!!!!! Apa benar dlm islam ada dosa yg diwariskan sehingga suami sy hrs kena imbas dr dosa yg org tua sy lakukan...... Lalu apa brhak sy membenci org tua sy atas perbuatannya? Mohon penjelasannya pa Ust. Trima kasih
<cacadanlulu@gmail.com

Wassalamualaykum warahmatullohi wabarakatuh, Ibu yang dirahmati Allah, doa kami selalu teriring semoga ibu dan keluarga senantiasa berada dalam lindungan Allah swt. Pertama kami turut prihatin atas perbuatan kedua orang tua ibu yang telah melakukan zina, dan zina dalam hukum pidana Islam termasuk tindak kejahatan (jarîmah) yang sanksinya telah ditetapkan oleh Allah (mahdûd) dalam Al-Qur’an. Zina termasuk salah satu dosa besar yang sudah diharamkan oleh Allah swt berdasarkan nash-nash al-Qur’an yang bersifat Qath’i (pasti). Hal ini dapat dilihat dalam al-Qur’an Surat an-Nur[24]: 2. Semoga Allah Swt. senantiasa mengampuni dosa kedua orang tua ibu.

Menurut pendapat kami, pernikahan ibu dengan suami sah hukumnya, sebab secara zhahir dan secara hitungan waktu, ketika ibu menikah dengan suami, kami yakin pernikahah ibu telah memenuhi syarat dan rukun nikah, apalagi jika nikanya resmi dicatat dalam lembaran negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan No.1 tahun 1974.  Akad nikah yg telah ibu lakukan sah secara aturan agama (fiqih) dan aturan negara (undang-undang). Terkait setelah sekian tahun menjalani rumah tangga kemudian menyusul kabar berita  bahwa ibu terlahir hasil hubungan tidak sah (baca:zina), dan kabar itu secara meyakinkan datang langsung dari ibu kandung selaku pelaku sejarah, maka secara hukum tetap saja informasi itu tidak serta merta secara sepihak dapat membatalkan (fasakh) pernikahan ibu dengan suami, karena hal itu memerlukan proses pembuktian di Pengadilan Agama secara sah dan meyakinkan berdasarkan putusan pengadilan yang mengikat. Selama belum ada putusan pengadilan yang mengikat terkait status pernikahan ibu, maka status pernikahan ibu sah secara meyakinkan dan tidak boleh ragu apalagi mengulang akad nikah secara sepihak. Hal ini berdasarkan kaidah Fiqih madzhab Syafi’I yang menyatakan,
الأصل بقاء ما كان على ما كان
“Hukum Asal itu tetap seperti keadaan pada awalnya”.
Kaidah fiqih di atas menjelaskan bahwa hukum pernikahan ibu sah selama belum ada putusan hakim yang membatalkannya. Jika orang tua ibu bersih keras menyatakan batal status hukum pernikahan ibu, maka bagi ibu dan suami tinggal menunggu pembuktian saja dari kedua orang tua ibu yang menuduh secara sepihak untuk menggugat dan membuktikan dakwaannya di Pengadilan Agama. Hal ini berdasarkan kaidah hukum acara yang menyatakan:
البينة على المدعي واليمين على من أنكر
“bukti itu bagi penggugat dan sumpah bagi tergugat.”
Dan jika setelah proses persidangan di pengadilan ternyata terbukti, maka langkah selanjutnya ibu dan suami tinggal melaksanakan perintah hakim yang jelas sudah mengikat, selama belum ada, maka status pernikahan ibu kembali ke hukum asalnya.

Dari penjelasan di atas, dapat diambil hikmah yang sangat penting dan berharga yaitu perihal fungsi dan keberadaan negara melalui lembaga Peradilan harus hadir dalam menyelesaikan konflik dan sengketa yang menimpa anggota masyarakat. Disanalah peran peradilan sebagai perpanjangan tangan dari negara diperhitungkan keberadaannya dalam menyelesaikan sengketa yang terjadi di tengah masyarakat dari mulai urusan privat (pribadi) sampai urusan publik, baik yang bersifat perdata atau pidana. Oleh karena itu, jika negara tidak hadir dalam urusan ini, atau tidak berfungsi sebagaimana mestinya, maka yang akan terjadi adalah orang secara gegabah akan mudah menuduh orang lain bersalah tanpa proses hukum, dan jika hal ini terjadi di tengah-tengah masyarakat, maka akan lahir suatu keadaan yang sering diistilahkan degan “main hakim sendiri.”

Maka disanalah keberadaan negara menjadi penting, sebab menurut Imam al-Mawardi negara berfungsi untuk mewujudkan kemaslahatan dengan cara menjaga urusan agama dan mengurus urusan dunia (li hirâsah al-Dîn wa siyâsah al-Dunyâ).
Selanjutnya terkait dengan status hukum keturunan hasil pernikahan ibu tetap dinyatakan sah, sebab status hukum pernikahannya sah. Perlu di ingat, bahwa dalam ajaran Islam tidak dikenal istilah dosa turunan sebab al-Qur’an menyatakan,
ولا تزر وازرة وزر أخري
“Seseorang tidak dapat menanggung beban dosa orang lain.”
Wallahu a'lam bi al-Shawab

Minggu, 01 Oktober 2017

Lulusan Prodi Hukum Keluarga (Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah) Semakin Dibutuhkan

hmjas.staimuttaqien
Lulusan Prodi Hukum Keluarga (Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah) Semakin Dibutuhkan



LULUSAN Program Studi (Prodi) Hukum Keluarga (Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah) akan semakin dibutuhkan perannya di masa mendatang.

Bursa kerja untuk lulusan ini pun semakin terbuka lebar. Tren positif ini tidak saja dilatari tingginya kebutuhan masyarakat akan beragam solusi praktis berbagai permasalahan menyangkut keluarga.

Lebih dari itu, kebutuhan itu juga seiring tumbuhnya kesadaran penerapan hukum agama dalam keluarga yang menetapkan peraturan hidup manusia.

Menyadari pentingnya program studi tersebut yang terus menunjukkan peran serta fungsi pentignya, kini kampus-kampus perguruan tinggi berlomba membuka program studi ini.

Di Indonesia sendiri studi Al-Ahwal Asy-Syakhsiyyah telah diatur dalam Inpres No.1/1991 dan Kep. Menag No.154/1991 tentang Kompilasi Hukum Islam.

Seraya masih terus melakukan penguatan standar mutu dan peningkatan kualitas, popularitas program studi Hukum Keluarga Islam ini semakin menanjak.

Diantara indikator peningkatan itu semakin banyaknya kampus-kampus baik swasta maupun negeri yang membuka jurusan ini.



Al-Ahwal Al-Syakhsiyah adalah istilah bagi keseluruhan hukum yang menyangkut masalah keluarga dan peradilan Islam seperti hukum perkawinan, kewarisan, wasiat dan Peradilan Agama.

Saat ini jurusan ini telah dibuka juga dalam jenjang studi Strata Dua (S2). Kampus Pascasarjana Universitas Malik Ibrahim Malang dan Program Pascasarjana UIN SGD Bandung adalah diantara dari sekian banyak kampus yang telah membuka program ini.

Al-Ahwal al-Syakhsiyah di setiap kampus berpacu terkemuka dalam penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran, penelitian, serta pengabdian kepada masyarakat, yang menghasilkan lulusan yang memiliki kapasitas intelektual, keahlian, kepribadian dan mencerminkan integritas keislaman dan keilmuan.

Misi universal untuk keluarga dan kemanusiaan
Secara umum, program studi Hukum Keluarga Islam mengusung visi mengantarkan peserta didik kepada kekokohan aqidah dan kedalaman spiritual, keagungan akhlak, keluasan ilmu, dan kematangan profesional.

Prodi ini juga memiliki misi memberikan pelayanan akademik dan keilmuan untuk mendukung perkembangan Hukum Keluarga Islam yang integratif, transformatif dan multikultural.

Selain itu prodi ini mengembangkan pengkajian peserta untuk memiliki kecakapan intelektual, integritas kepribadian, dan keahlian yang selaras dengan perkembangan Hukum Keluarga Islam, ilmu pengetahuan dan teknologi.

Selain itu, prodi ini berorientasi untuk menyiapkan peserta menjadi generasi yang berguna bagi masyarakat dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam memecahkan persoalan kehidupan masyarakat terutama tentang Hukum Keluarga Islam.

Melahirkan ilmuan berbasis pada terapan 
Program studi Hukum Keluarga dalam rangkaian tujuan yang ingin dicapai adalah menghasilkan ilmuan yang memiliki kemampuan dan mewujudkan sarjana Hukum Keluarga Islam yang memiliki integritas ilmiah serta berpepribadian luhur.

Selain itu, program studi ini berupaya mewujudkan kemampuan yang dimiliki untuk mengembangkan dan menyebarkan Ilmu Hukum Keluarga Islam di tengah-tengah masyarakat guna meningkatkan taraf kehidupan bangsa.

Bursa kerja terbuka dan tak terbatas
Lulusan program studi Ahwal al-Syahshiyyah bukan saja berkompetensi berkarir secara profesional di banyak sektor seperti hakim, pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW), penyuluh hukum, PNS, atau konselor keluarga dan bidang-bidang lain yang terkait.

Di banyak tempat dan wilayah di Indonesia, lulusan program studi Ahwal al-Syahshiyyah diketahui banyak yang berkarir profesional sebagai pengajar atau guru.

Lebih dari itu, tak sedikit diantaranya berprofesi dai yang notabene merupakan peran strategis sebagai informal leader yang bekerja dengan spirit universalisme Islam.

Penjagaan nilai-nilai luhur yang dibawa para sarjana Hukum Keluarga Islam dalam menjalankan amanatnya sebagai cendikiawan selaras dengan tri dharma, menunjukkan bahwa program studi ini akan semakin bertumbuh pesat dan kian diminati.

Apalagi saat ini Kementerian Agama Republik Indonesia telah mengeluarkan regulasi baru berkaitan dengan gelar akademik berupa menghapus keterangan "Islam" atau yang biasa disingkat I dalam gelar akademik perguruan tinggi Islam. Ketentuan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 33 Tahun 2016.

Jadi artinya, kalau dulu untuk sarjana Hukum Keluarga Islam, misalnya, gelarnya adalah SHI. Maka, kedepan ini tidak dipakai lagi dan berubah hanya menjadi SH saja.

Dengan demikian, tidak ada lagi kesan dikotomi atau perbedaan/pemisahan antara lulusan kampus umum dan agama.

Bukan itu saja, dari sejumlah penelusuran ternyata banyak dari para lelaki yang sangat mengidamkan mendapatkan istri lulusan Hukum Keluarga Islam (HKI).

Alasannya sederhana. Kuliahnya saja jurusan keluarga, yang menandakan mereka telah menyiapkan diri dengan sungguh-sungguh menjadi seorang ibu sekaligus sarjana manajer yang "siap guna" dan terus berpacu dalam tradisi ilmu. (NUGROHO)

Sumber : http://www.keluargapedia.com/2017/03/lulusan-prodi-hukum-keluarga-al-ahwal-al-syakhsiyyah-semakin-dibutuhkan.html

Minggu, 17 September 2017

Seminar TASAWUF SEBAGAI KRITIK SOSIAL, HMJ Ahwal Al-Syakhsiyyah

hmjas.staimuttaqien
hai mahasiswa....

Jgn lewatkan nih acara seminar HMJ Ahwal Al-Syaksyiah

  • Hari kamis
  • Tgl 21 September 2017
  • Tempat di aula STAI Dr Khez muttaqien PWK.
  • Temanya >>> TASAWUF SEBAGAI KRITIK SOSIAL <<<
Oh iya ada lagi nih info penting lainnya...
pemateri dari seminar ini ada dua pematerii lho.......
yang pertama yaitu
  1. Dr. H. Azi Ahmad Tadjudin, M.Ag
    • dengan sub tema "membangun paradigma doktrin hukum dengan pendekatan teologi sufistik"
  2.  Dr. H. Ahmad Rusdi, S.Ag., MA
    • dengann sub tema "menciptakan pribadi yang agamis, spiritualis, dan intelektualis"

Sekalilagi jangan lewatkan okay dan khusus lho wajib ya hadir bagi yang merasa prodi Ahwal Al-Syakhsiyyah, Dan Di buka juga untuk umum lhooo GRATIIISSS
yuk ajak temen-temennya untuk merapat pada waktunya...

salam mahasiswa...

Rabu, 31 Mei 2017

PERLOMBAAN MUSABAQOH SYAHRIL QUR'AN

hmjas.staimuttaqien

Hai kamu yang punya keahlian dan sering lomba dalam kategori musabaqoh Syahril Qur'an...
Yuk ikutan...
Dalam rangka GEBYAR RAMADHAN yang di laksanakan oleh HMJ AS ini bekerja sama dengan BEM di STAI Muttaqien ini akan melaksanakan banyak kegiatan perlombaan, dan diantaranya perlombaan ini...


Yuk share bagi teman-teman kamu yang punya keahlian dan sering berlomba......

Our Team

  • H.Azi Ahmad Tadjudin, M.Ag,Kaprodi Ahwal Al-Syakhsiyyah
  • Srimurni ModiasriKetua HMJ Ahwal Al-Syakhsiyyah
  • Moh NurqoyyimAdmin/Design/Development
  • HIMPUNANahwal al-syakhsiyyah
  • MAHASISWAahwal al-syakhsiyyah
  • JURUSANahwal al-syakhsiyyah